BITCOIN BUKAN ZERO-SUM GAME. SEBUAH NARASI FUNDAMENTAL DI TENGAH EUFORIA PASAR
Blok 904261 – Di dunia yang semakin dipenuhi dengan algoritma perdagangan berkecepatan tinggi, obrolan bursa yang hiruk-pikuk, dan mentalitas FOMO (Fear of Missing Out), ada satu kata yang secara konsisten memicu kekacauan intelektual di antara investor, ekonom, dan regulator:
Bitcoin.
Dianggap oleh sebagian sebagai bentuk emas digital, oleh yang lain sebagai skema spekulatif belaka, Bitcoin tetap berdiri dan tidak tergoyahkan, sering disalahpahami, dan selalu diperdebatkan.
Namun, satu pertanyaan tetap bergema dalam setiap diskusi yang jujur dan tajam:
Apakah Bitcoin benar-benar zero-sum game?
Mari kita luruskan sesuatu sejak awal:
TIDAK, tidak jika Anda memahami Bitcoin sebagai store of value dan berinvestasi dengan perspektif jangka panjang mengikuti siklusnya dan fundamentalnya.
YA, jika Anda memperlakukannya semata-mata sebagai instrumen perdagangan spekulatif.
Pemisahan ini krusial, bukan hanya dalam memahami nilai Bitcoin, tetapi juga dalam menilai narasi keuangan modern secara keseluruhan.
BITCOIN SEBAGAI STORE OF VALUE: NARASI YANG LEBIH DALAM
Jika sejarah memiliki satu pelajaran utama, maka itu adalah:
Mata uang Fiat—tanpa jaminan komoditas, pada akhirnya akan terkikis nilainya oleh inflasi.
Dari Jerman pasca-Perang Dunia I hingga Argentina abad ke-21, mata uang yang tidak dibatasi oleh kelangkaan cenderung hancur di tangan pemerintah dalam kebijakan fiskalnya.
Bitcoin, dengan pasokan tetap 21 juta unit, diciptakan sebagai antitesis dari sistem tersebut. Di sinilah kita menemukan landasan utama argumen bahwa Bitcoin bukanlah permainan zero-sum.
Tidak seperti derivatif atau saham yang bersifat spekulatif murni, Bitcoin, jika disimpan dengan keyakinan terhadap kelangkaannya dan perannya dalam lanskap moneter baru yang merepresentasikan kekayaan yang tumbuh seiring waktu, bukan dari kerugian pihak lain, tapi dari kekuatan strukturalnya sendiri, yaitu
Kelangkaan Absolut: Hanya 21 juta saja. Tidak bisa ditambah, tidak bisa dikurangi, tidak bisa dicetak lagi. Kembali ke hukum ekonomi: supply langka, demand/permintaan atau adopsi semakin bertambah, maka itu akan menaikkan nilainya.
Pertumbuhan Nilai: Harga Bitcoin sejak 2009 hingga sekarang mencerminkan respons pasar terhadap inflasi, ketidakpastian moneter, dan krisis geopolitik.
Siklus Halving: Setiap 4.5 tahun hingga tahun 2140, pasokan baru Bitcoin yang masuk ke sirkulasi berkurang setengah. Ini menciptakan tekanan penawaran yang, secara historis, mendukung kenaikan harga jangka panjang.
Desentralisasi: Tidak ada otoritas pusat yang bisa mencetak Bitcoin semena-mena, menghapus kemungkinan devaluasi lewat inflasi buatan.
Fakta-fakta ini memperkuat narasi bahwa menyimpan Bitcoin adalah berpartisipasi dalam sistem nilai alternatif, bukan berjudi melawan peserta pasar lain. Ini bukan perebutan kekayaan yang saling meniadakan. Ini adalah pemindahan kekayaan dari sistem fiat menuju sistem berbasis kelangkaan digital.
SPEKULASI DAN PERDAGANGAN: WAJAH ZERO-SUM DARI BITCOIN
Namun tidak bisa diabaikan bahwa Bitcoin juga memiliki sisi lain:
Perdagangan jangka pendek.
Dan di sini, kita memasuki ranah yang sepenuhnya berbeda yaitu dunia derivatif, leverage, dan candle hijau-merah yang menciptakan ilusi kekayaan instan.
Dalam dunia trading:
Setiap keuntungan diimbangi kerugian pihak lain. Untuk setiap long yang berhasil, ada short yang kalah. Pasar dikendalikan oleh emosi, bukan fundamental. Ketakutan dan keserakahan mendorong keputusan, bukan nilai intrinsik. Likuidasi massal bukan hal langka. Di ekosistem margin trading, miliar dolar bisa menguap dalam hitungan menit.
Inilah definisi zero-sum game: satu pihak menang hanya karena pihak lain kalah. Tidak ada nilai yang diciptakan, hanya redistribusi, seringkali brutal dan cepat.
APA YANG DILANGKAHI OLEH BANYAK ANALISIS
Para analis yang gagal membedakan antara dua wajah Bitcoin ini sering kali terjebak dalam diskusi sempit dan dangkal. Mereka mengukur nilai Bitcoin hanya melalui volatilitas jangka pendek, mengabaikan narasi makroekonomi dan fundamental yang menopangnya.
Sebagaimana jurnalis dan author yang menyelami kebenaran melewati tabir propaganda, kita pun harus menembus kerumunan opini populer untuk melihat bahwa:
Bitcoin adalah sistem nilai, bukan sekadar aset.
Dan dalam sistem nilai ini, yang bersandar pada kelangkaan, transparansi, dan teknologi, ada kemungkinan bagi individu untuk berpartisipasi dalam penciptaan nilai jangka panjang — bukan hanya perebutan keuntungan sesaat.
KESIMPULAN DARI DUA REALITAS YANG HARUS DIPAHAMI
Bitcoin bisa menjadi zero-sum game jika Anda bermain di meja judi, tapi menjadi non-zero-sum jika Anda percaya pada narasi jangka panjang dan kekuatan fundamental yang menggerakkannya.
Dalam dunia yang dilanda ketidakpastian fiskal, pelarian modal dari fiat bukan sekadar kemungkinan—ia adalah keniscayaan. Dan di tengah ketakutan dan kebisingan, Bitcoin berdiri sebagai pilihan: bukan karena ia sempurna, tetapi karena sistem lain bahkan tidak memberikan alternatif yang masuk akal.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Deep Throat kepada Woodward di tempat parkir gelap:
“Ikuti uangnya.”
Dan dalam konteks hari ini, uang itu, perlahan namun pasti, mulai mengalir ke protokol yang tidak bisa dicetak ulang—Bitcoin.
Tulisan dan artikel ini disusun dengan integritas dan kedalaman, mengupas realitas di balik kerumitan. Bukan demi sensasi, tapi demi pemahaman yang sebenarnya.